Blog Pendidikan Bahasa Arab

KALAM KHABAR & KALAM INSYA’

 

 





BAB II

PEMBAHASAN

 

A. Pengertian Khabar

    

      Khabar ialah pembicaraan yang mengandung kemungkinan benar atau bohong semata-mata dilihat dari pembicaraannya itu sendiri. Jika seseorang mengucapkan suatu kalimat (kalâm ) yang mempunyai pengertian yang sempurna, setelah itu kita bisa menilai bahwa kalimat tersebut benar atau salah maka kita bisa menetapkan bahwa kalimat tersebut merupakan kalâm khabar. Dikatakan benar jika maknanya sesuai dengan realita, dan dikatakan dusta (kadzb) jika maknanya bertentangan dengan realita. Contoh,

قال الطالب : لن يحضر الأستاذ أحمد في المناقشة غدا

 

      Ucapan mahasiswa di atas bisa dikategorikan kalâm khabari. Setelah mahasiswa tersebut mengucapkan kalimat itu kita bisa melihat apakah ucapannya benar atau salah. Jika ternyata ustadz Ahmad keesokan harinya tidak datang dalam perkuliahan, maka ucapan mahasiswa tersebut benar. Sedangkan jika ternyata keesokan harinya ustadz Ahmad dating pada perkuliahan, maka kalimat tersebut tidak benar atau dusta.

 

B.   Tujuan kalâm khabari

 

Setiap ungkapan yang dituturkan oleh seseorang pasti mempunyai tujuan tertentu. Suatu kalâm khabari biasanya mempunyai dua tujuan, yaitu fâidah alkhabar dan lâzim al-faidah.

 

1.     Fâidah al-khabar adalah suatu kalâm khabari yang diucapkan kepada orang yang belum tahu sama sekali isi perkataan itu. Contoh,

 

كان عمروابن عبدالعزيز لا يأخذ من بيت المال شيأ ولا يجزي على نفسه من الفيء درهما

 

Pada kalimat di atas mutakallim ingin memberi tahu kepada mukhâthab bahwa Umar bin Abdul Aziz tidak pernah mengambil sedikit pun harta dari baitul mal. Mutakallim berpraduga bahwa mukhâthab tidak mengetahui hukum yang ada pada kalimat tersebut.

 

2.     Lâzim al-fâidah adalah suatu kalâm khabari yang diucapkan kepada orang yang sudah mengetahui isi dari pembicaraan tersebut, dengan tujuan agar orang itu tidak mengira bahwa si pembicara tidak tahu.

 

ذهبت إلى الجامعة متأخرا

 

Selain kedua tujuan utama dari kalâm kahabar terdapat tujuan-tujuan lainnya yang merupakan pengembangan dari tujuan semula. Tujuan-tujuan tersebut adalah sbb:

 

1.     Istirhâm (minta dikasihi)

Dari segi bentuknya kalâm ini berbentuk khabar (berita), akan tetapi dari segi tujuannya mutakallim ingin dikasihi oleh mukhâthab. Contoh kalâm khabari dengan tujuan istirhâm adalah do'a nabi Musa yang dikutip Alquran,

 

رب إنى لما أنزلت إلي من خير فقير

 

Tuhanku, aku ini sangat membutuhkan kebaikan yang Engkau berikan padaku.

 

2.     Izhhâr al-dha'fi (memperlihatkan kelemahan) seperti do'a Nabi Zakaria dalam Alquran.

 

ربي إنى وهن العظم مني واستعل الرأس شيبا

 

(Tuhanku sesungguhnya aku telah lemah tulangku dan kepalaku telah penuh uban)

 

3.     Izhhâr al-tahassur (memperlihatkan penyesalan) seperti doa Imran bapaknya Maryam yang dihikayatkan dalam Alquran.

 

رب إني وضعتها أنثى  والله أعلم بما وضعت

 

(Tuhanku, aku telah melahirkan ia wanita dan Allah mengetahui apa yang ia lahirkan).

 

4.     Al-Fakhr (sombong) seperti perkataan Amru bin Kalsum :

 

إذا بلغ الفطام لنا صبي— تخر له الجبائر ساجدينا

 

 (Jika seorang anak kami telah lepas menyusu, semua orang sombong akan tunduk menghormatinya).

 

5.     Dorongan bekerja keras

 

Dari segi bentuk dan isinya kalâm ini bersifat khabari (pemberitahuan), akan tetapi maksud mutakallim mengucapkan ungkapan tersebut agar mukhâthab bekerja keras. Contoh kalâm khabari untuk tujuan ini adalah surah Thahir bin Husain kepada Abbas bin Musa al-Hadi yang terlambat membayar upeti.

 

 

C.   Jenis-jenis kalâm khabari

Kalâm Khabari adalah kalimat yang diungkapkan untuk memberitahu sesuatu atau beberapa hal kepada mukhâthab. Untuk efektifitas penyampaikan suatu pesan perlu dipertimbangkan kondisi mukhâthab. Ada tiga keadaan mukhâthab yang perlu dipertimbangkan dalam mengungkapkan kalâm khabari. Ketiga keadaan tersebut adalah sbb:

 

1. Mukhâthab yang belum tahu apa-apa (خالى الذهن)

 

Mukhâthab khâlidzdzihni adalah keadaan mukhâthab yang belum tahu sedikit pun tentang informasi yang disampaikan. Mukhâthab diperkirakan akan menerima dan tidak ragu-ragu tentang informasi yang akan disampaikan. Oleh karena itu tidak diperlukan taukîd dalam pengungkapannya. Bentuk kalâm khabari pada model pertama ini dinamakan kalâm khabari ibtidâî. Contoh:

 

السيارة ساقطة في الوادي

 

2. Mukhâthab ragu-ragu (متردد الذهن)

 

Jika mukhâthab diperkirakan ragu-ragu dengan informasi yang akan kita sampaikan maka perlu diperkuat dengan taukîd. Keraguan mukhâthab bisa disebabkan dia mempunyai informasi lain yang berbeda dengan informasi yang kita sampaikan, atau karena keadaan mutakallim yang kurang meyakinkan.

 

Untuk menghadapi mukhâthab jenis ini diperlukan adat taukîd seperti ‘- إنَّأن قد-ل ’. Bentuk kalâm ini dinamakan kalâm khabari thalabi طلبيخبر Contoh:

 

إن السيارة ساقطة.

 

3.  Mukhâthab yang menolak  (إنكارى)

 

Kadang juga terjadi mukhâthab yang secara terang-terangan menolak informasi yang kita sampaikan. Penolakan tersebut mungkin terjadi karena informasi yang kita sampaikan bertentangan dengan informasi yang dimilikinya. Hal ini juga bisa terjadi karena dia tidak mempercayai kepada kita. Untuk itu diperlukan adat taukîd lebih dari satu untuk memperkuat pernyataannya. Jenis kalâm model ini dinamakan kalâm khabari inkâri. Contoh:

 

والله إن السيارة لساقطة

 

Dari paparan di atas tampak bahwa penggunaan taukîd dalam suatu kalâm mempunyai implikasi terhadap makna. Setiap penambahan kata pada suatu kalimat akan mempunyai implikasi terhadap maknanya. Seorang filsuf Ya’qub bin Ishaq al-Kindi bertanya kepada Abu Abbas Muhammad bin Yazid al-Mubarrid, ”Saya menemukan sesuatu yang sia-sia dalam ungkapan Arab. Orang-orang berkata:

 

عبد الله قائموإن عبد الله قائموإن عبد الله

لقائم

 

Makna kalimat-kalimat tersebut sama Abu al-Abbas al-Mubarrid berkata, “Ketiga kalimat tersebut tidak sama artinya. Kalimat قائم الله عبد merupakan informasi mengenai berdirinya Abdullah. Kalimat قائم الله وإن عبد merupakan jawaban dari pertanyaan seseorang. Sedangkan kalimat لقائم الله عبد وإن merupakan jawaban atas keingkaran orang yang menolaknya.

 

2.      KALAM INSYA’I

 

A.  Pengertian kalâm insyâi

 

Kata ' إنشاء ' merupakan bentuk mashdar dari kata ' أنشأ '. Secara leksikal kata tersebut bermakna membangun, memulai, kreasi, asli, menulis, dan menyusun. Dalam ilmu kebahasaaraban insyâi merupakan salah satu nama mata kuliah yang mengajarkan menulis.

Insyâi sebagai kebalikan dari khabari merupakan bentuk kalimat yang setelah kalimat tersebut dituturkan kita tidak bisa menilai benar atau dusta. Hal ini berbeda dengan sifat kalâm khabari yang bisa dinilai benar atau dusta. Dalam terminologi ilmu ma’âni kalâm insyâ'i adalah,

 

مالا يحتمل الصدق والكذب

 

Kalâm insyâi adalah suatu kalimat yang tidak bisa disebut benar atau dusta Jika seorang mutakallim mengucapkan suatu kalâm insyâi, mukhâthab tidak bisa menilai bahwa ucapan mutakallim itu benar atau dusta. Jika seorang berkata ' إسمع ', kita tidak bisa mengatakan bahwa ucapannya itu benar atau dusta. Setelah kalâm tersebut diucapkan yang mesti kita lakukan adalah menyimak ucapannya.

 

B.    Pembagian Kalâm Insyâi

 

Secara garis besar kalâm insyâi ada dua jenis, yaitu insyâi thalabi dan insyâi ghair thalabi. Kalâm yang termasuk kategori insyâi thalabi adalah Amr, nahyu, istifhâm, tamannî, dan nidâ. Sedangkan kalâm yang termasuk kategori ghair thalabi adalah ta'ajjub, al-dzamm, qasam, kata-kata yang diawali dengan af'âl alrajâ. Jenis-jenis kalâm insyâi ghair thalabi tidak termasuk ke dalam bahasan ilmu ma’âni. Sehingga jenis-jenis kalimat tersebut tidak akan dibahas dalam buku ini. Insyâi thalabi menurut para pakar balâghah adalah :

 

ما يستدعي مطلوبًا غير حاصل وقت الطلب

لامتناع تحصيل الحاصل وهو المقصود بالنظر هاهنا

 

Kalâm insyâi thalabi adalah suatu kalâm yang menghendaki adanya suatu tuntutan yang tidak terwujud ketika kalâm itu diucapkan. Dari definisi di atas tampak bahwa pada kalâm insyâi thalabi terkandung suatu tuntutan. Tuntutan tersebut belum terwujud ketika ungkapan tersebut diucapkan. Kalimat-kalimat yang termasuk kategori insya thalabi adalah,

 

1.   Amr

Secara leksikal amr bermakna perintah. Sedangkan dalam terminologi ilmu balâghah amr adalah,

 

طلب الفعل على وجه لأستعلاء

 

Tuntutan mengerjakan sesuatu kepada yang lebih rendah.

 

Al-Hâsyimi (1960) mendefinisikan jumlah al-amr (kalimat perintah) sebagai tuturan yang disampaikan oleh pihak yang lebih tinggi kedudukannya kepada pihak yang lebih rendah agar melaksanakan suatu perbuatan.

 

Untuk menyusun suatu kalâm amr ada empat shîgah yang biasa digunakan:

 

a)          Fi'l al-amr

 

Semua kata kerja yang ber-shîgah fi'l amr termasuk kategori thalabi. Contoh:

 

خذ الكتاب بقوة       

 

Ambillah kitab itu dengan kuat!

 

b)         Fi'l mudhâri’ yang disertai lâm alamr

 

Fi'il mudhâri’ yang disertai dengan lâm al-amr maknanya sama dengan amr yaitu perintah. Contoh :

 

لينفق ذو سعة من سعته

 

Hendaklah berinfak ketika dalam keleluasaan

 

c)          Isim fi'il amr

 

Kata isim yang bermakna fi'il (kata kerja) termasuk shigat yang membentuk kalâm insyâi thalabi.

Contoh :

 

حي على الصلاة حي على الفلاح

 

(Mari melaksanakan shalat! Mari menuju kebahagiaan!)

 

d)          Mashdar pengganti fi'il

Mashdar yang posisinya berfungsi sebagai pengganti fi'il yang dibuang bisa juga bermakna amr. Contoh :

 

سعيا فى الخير

 

(Berusahalah pada hal-hal yang baik) Dari keempat shîgah tersebut makna amr pada dasarnya adalah perintah dari yang lebih atas kepada yang lebih rendah. Namun demikian ada beberapa makna Amr selain dari makna perintah. Makna-makna tersebut adalah do'a, iltimâs (menyuruh yang sebaya), tamannî (berangan-angan), tahdîd (ancaman), ta'jiz (melemahkan), taswiyah (menyamakan), takhyîr (memilih), dan ibâhah (membolehkan).

 

2.   Nahyu

 

Makna nahyu secara leksikal adalah melarang, menahan, dan menentang. Sedangkan dalam terminologi ilmu balâghah nahyu adalah,

طلب الكف عن الفعل على وجه الإستعلاء

(Tuntutan meninggalkan suatu perbuatan dari pihak yang lebih tinggi).

 

3.   Istifhâm

 

Kata ' استفهام ' merupakan bentuk mashdar dari kata ' استفهم '. Secara leksikal kata tersebut bermakna meminta pemahaman/pengertian. Secara istilah istifhâm bermakna

طلب العلم بالشيء

(menuntut pengetahuan tentang sesuatu).

Kata-kata yang digunakan untuk istifhâm ini ialah :

أ-هل - ما- من – متى – أيان – كيف – أين – كم – أي- أني

Suatu kalimat yang menggunakan kata tanya dinamakan jumlah istifhâmiyyah, yaitu kalimat yang berfungsi untuk meminta informasi tentang sesuatu yang belum diketahui sebelumnya dengan menggunakan salah satu huruf istifhâm.

 

4.   Nidâ ( panggilan)

Secara leksikal nidâ artinya panggilan. Sedangkan dalam terminology ilmu balâghah nidâ adalah,

طلب الإقبال بحرف نائب مناب "أنادىأدعو" المنقول من الخبر الى الإنشاء                                 

Nidâ adalah tuntutan mutakallim yang menghendaki seseorang agar menghadapnya. Nidâ menggunakan huruf yang menggantikan lafazh "unâdî" atau "ad'û" yang susunannya dipindah dari kalâm khabari menjadi kalâm insyâi.

Huruf nidâ ada delapan, yaitu, hamzah ( ء), ay ( أي ), yâ ( يا ), â ( آ ), âi آي) ), ayâ ( أيا ), hayâ ( هيا ), dan wâ ( .(وا

 

5.   Tamannî

 

Kalimat tamannî (berangan-angan) adalah kalimat yang berfungsi untuk menyatakan keinginan terhadap sesuatu yang disukai, tetapi tidak mungkin untuk dapat meraihnya.

 

طلب الشيء المحبوب الذي لا يرجى ولا يتوقع حصوله

Menuntut sesuatu yang diinginkan, akan tetapi tidak mungkin terwujud. Ketidakmungkinan terwujudnya sesuatu itu bisa terjadi karena mustahil terjadi atau juga sesuatu yang mungkin akan tetapi tidak maksimal dalam mencapainya. Syi’ir di bawah ini merupakan contoh kalâm tamannî yang mengharapkan sesuatu yang mustahil terjadi,

 

ألا ليت الشباب يعود يوما—فأخبركم بما فعل المشيد

Aduh, seandainya masa muda itu kembali sehari saja Aku akan mengabarkan kepada kalian Bagaimana yang terjadi ketika sudah tua

Pada syi’ir di atas penyair mengharapkan kembalinya masa muda walau hanya sehari. Hal ini tidak mungkin, sehingga dinamakan tamannî. Tamannî juga ada pada ungkapan yang mungkin terwujud (bisa terwujud) akan tetapi tidak bisa terwujud karena tidak berusaha secara maksimal. Dalam Alquran Allah berfirman,

يا ليت لنا مثل ما أوتي قارون

Aduh, seandainya aku dikaruniai harta seperti Qarun.

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

 

A. Kesimpulan

 

       Kalâm khabari ialah suatu ungkapan yang mengandung kemungkinan benar atau bohong dilihat dari teksnya itu sendiri. Kalâm khabari mempunyai dua tujuanutama; pertama untuk memberi tahu mukhâthab tentang suatu informasi kedua agar orang yang diajak bicara tidak mengira bahwa ia tidak mengetahuinya. Selain kedua tujuan utama ada tujuantujuan lainnya, yaitu istirhâm, izhhâr aldla’fi, izhhâr al-tahassur, al-fakhr dan dorongan bekerja keras.

       Kalâm khabari ada tiga jenis, yaitu ibtidâi, thalabi, dan inkâri. Kalâm insyâi adalah kalâm yang setelah ucapan itu dituturkan tidak bisa dinilai benar atau dusta. Kalâm insyâi merupakan kebalikan dari kalâm khabari. Kalâm yang termasuk kategori insyâi adalah kalâm amr, nahyu, istifhâm, nidâ,

dan tamannî.

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

M. Sholehuddin Shofwan, Penganta Memahami Nadzom Jauharul Maknun, Jombang : Darul-Hikmah, 2007  diakses pada tanggal 19 maret 2022

 

http://repository.uin-suska.ac.id/20791/7/7.%20BAB%20II%20%281%29.pdf  diakses pada tanggal 19 2022


Share:

No comments:

Post a Comment

Blog Pembelajaran Bahasa Arab

This blog contains Blog Pendidikan bahasa Arab

Search This Blog

Powered by Blogger.

Blog Archive

Recent Posts

Unordered List

  • Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit.
  • Aliquam tincidunt mauris eu risus.
  • Vestibulum auctor dapibus neque.

Pages

Theme Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.