Blog Pendidikan Bahasa Arab

Kisah Macan dan Keledai




     Suatu hari yang indah di sebuah hutan yang rimbun, seekor macan keluar berjalan untuk menikmati hari yang cerah. Sambil bernyanyi-nyanyi kecil dan riang dia menyapa pepohonan san belukar hijau di sepanjang jalan. Tapi tak beberapa jauh dia berjalan terdengar suara serak- serak dan lantang. "Ah, suara apa sih?" Dalam hati macan bertanya seakan terusik oleh suara itu. "Suaranya kog mengganggu banget, dibilang ketakutan tidak, dibilang bernyanyi kok jelek banget, dibilang lagi pidato kok seperti bernada?". Sejumlah pertanyaan melintas dan berkelebat begitu saja di fikiran macan. "Coba aku cari tahu, jangan-jangan ada warga baru di hutan ini'. Dengan bergegas macan menuju suara itu, setelah terasa jarak semakin dekat macan mengendap-mengendap untuk melihat siapa yang bersuara itu. "Rumput warnanya biru, rumput warnanya biru, rumput warnanya biru". Terlihat beberapa hewan mendekati untuk berbicara pada sumber suara, tetapi kemudian berlalu sambil mengibaskan tangan dan menengadahkan telapak tangan di kiri dan kanan seolah berkata,"Teserah!". Macan yang semakin penasaran kemudian mendekati sumber suara. Kembali terdengar,"Rumput warnanya biru, rumput warnanya biru." "Eh keledai, kamu lagi apa?" "Tidak salah tuh ucapanmu?". "Hei, macan, apa yang salah?." "Itu barusan kamu ngomong kalau rumput warnanya biru?'. "Memang rumput warnanya biru, tuh lihat aja di sekelilingimu". "Ini hijau bambaaang", macan menyampaikan kepada keledai. "Biru!" ,teriak keledai. Sampai puluhan kali hijau dan biru bersahut-sahutan. Sampai keduanya emosi mempertahankan argumen masing-masing.

     "Ok, ok,..fine, fine...jadi ini siapa mas? Lidia Daniera ini siapa?"' Macan yang di puncak emosi sampai ke bawa-bawa 'layangan putus', dan ternyata juga tetap dilayani keledai. "Ayo kita ke hakim singa untuk menjelaskan perkara ini, biar semakin jelas kalau kamu itu salah dan aku lah yang benar kalau rumput itu hijau". "OK, siapa takut?'balas keledai. Akhirnya keduanya pergi ke rumah pak hakim singa untuk menjelaskan siapa yang salah dan menjebloskannya ke penjara bila terbukti bersalah.

     Sesampainya di kantor hakim singa, macan dan keledai masih terus berargumen. Mereka bertemu dengan merak dan monyet yang juga sedang berselisih. Mereka menanyakan kepada merak dan monyet tentang warna rumput, tetapi keduanya malas menanggapi setelah melihat keledai. "Terserah kalian", jawab mereka, kami sedang menunggu hakim singa yang sedang dijemput burung nuri ke rumahnya, karena singa hari ini langsung pulang karena ada urusan yang sangat penting dengan kerajaan hutan sebelah Timur. Tapi tak beberapa lama kemudian, singa tiba dengan tergopoh-gopoh. " Sudah dua minggu ini tidak ada perselisihan, dan saya berhari-hari hanya membaca dan menulis di kantor dan barusan saya pulang untuk menemui utusan raja hutan tetangga kita." Saya sudah minta izin ke mereka barang satu samapi dua jam untuk kembali ke pengadilan karena ada kasus penting hari ini". Setelah mempersiapkan keadaan dan suasana sidang, monyet dan merak diproses, tidak sampai sepuluh menit kasus mereka selesai. Kemudian macan dan keledai dipanggil, mereka dipersilahkan menyampaikan maksud dan tujuannya. Sepanjang persidangan, biru dan hijau terus bergema. Masing-masing menyampaikan argumennya dengan keukeuh sampai akhirnya singa berteriak,"Stop!". Setelah semua terdiam, keledai langsung bertanya kepada singa,"Rumput biru kan pak hakim singa?". 
Sambil menempelkan telunjuknya ke bibir, hakim menatap macan seolah berkata, "Jangan membalas dan berkata apapun". Kemudian hakim singa menjawab,"Kalau menurutmu biru dan keyakinanmu rumput berwarna biru,...ya rumput biru." Macan langsung terperanjat dan seakan mau teriak atas jawaban hakim, tetapi singa kembali menempelkan jari telunjuknya ke bibir, meminta singa untuk tidak berbicara. Kemudian singa berkata,"Kasus selesai, pak keledai silahkan pulang, dan kamu macan, kamu tetap di sini, kamu dihukum tiga hari atas kesalahanmu.Pak keledai silahkan pulang."

     Setelah keledai pulang, "Pak hakim, baik saya ikuti keputusan pak hakim yang mengatakan bila rumput itu biru, tetapi kenapa saya dihukum juga selama tiga hari, kami ke sini cuma minta status kejelasan suatu perkara, kalau saya salah saya akui salah".
"Kamu dihukum tidak ada sangkut pautnya dengan hijau atau birunya rumput". "Maksudntya pak hakim?", "Pak hakim juga sependapat kalau rumput itu hijau?".
"Iya..rumput memang hijau dan semua tahu bila rumput hijau", "Trus kenapa saya dikalahkan dalam kasus saya?". "Kamu saya hukum karena dua hal. Pertama kamu sudah berdebat hewan yang bebal, kedua kamu membuang waktu saya selama dua jam dari perjalanan dan mengurus hal yang tak sepatutnya menjadi kasus pengadilan. Berdebatnya kamu dengan si bebal tidak akan meninggikan derajatmu, bahkan sudah menurunkan kewibawaanmu sebagai macan. Kami menghinakan dirimu sendiri. Untuk itu saya kurung kamu untuk instropeksi diri.
Share:

KALAM KHABAR & KALAM INSYA’

 

 





BAB II

PEMBAHASAN

 

A. Pengertian Khabar

    

      Khabar ialah pembicaraan yang mengandung kemungkinan benar atau bohong semata-mata dilihat dari pembicaraannya itu sendiri. Jika seseorang mengucapkan suatu kalimat (kalâm ) yang mempunyai pengertian yang sempurna, setelah itu kita bisa menilai bahwa kalimat tersebut benar atau salah maka kita bisa menetapkan bahwa kalimat tersebut merupakan kalâm khabar. Dikatakan benar jika maknanya sesuai dengan realita, dan dikatakan dusta (kadzb) jika maknanya bertentangan dengan realita. Contoh,

قال الطالب : لن يحضر الأستاذ أحمد في المناقشة غدا

 

      Ucapan mahasiswa di atas bisa dikategorikan kalâm khabari. Setelah mahasiswa tersebut mengucapkan kalimat itu kita bisa melihat apakah ucapannya benar atau salah. Jika ternyata ustadz Ahmad keesokan harinya tidak datang dalam perkuliahan, maka ucapan mahasiswa tersebut benar. Sedangkan jika ternyata keesokan harinya ustadz Ahmad dating pada perkuliahan, maka kalimat tersebut tidak benar atau dusta.

 

B.   Tujuan kalâm khabari

 

Setiap ungkapan yang dituturkan oleh seseorang pasti mempunyai tujuan tertentu. Suatu kalâm khabari biasanya mempunyai dua tujuan, yaitu fâidah alkhabar dan lâzim al-faidah.

 

1.     Fâidah al-khabar adalah suatu kalâm khabari yang diucapkan kepada orang yang belum tahu sama sekali isi perkataan itu. Contoh,

 

كان عمروابن عبدالعزيز لا يأخذ من بيت المال شيأ ولا يجزي على نفسه من الفيء درهما

 

Pada kalimat di atas mutakallim ingin memberi tahu kepada mukhâthab bahwa Umar bin Abdul Aziz tidak pernah mengambil sedikit pun harta dari baitul mal. Mutakallim berpraduga bahwa mukhâthab tidak mengetahui hukum yang ada pada kalimat tersebut.

 

2.     Lâzim al-fâidah adalah suatu kalâm khabari yang diucapkan kepada orang yang sudah mengetahui isi dari pembicaraan tersebut, dengan tujuan agar orang itu tidak mengira bahwa si pembicara tidak tahu.

 

ذهبت إلى الجامعة متأخرا

 

Selain kedua tujuan utama dari kalâm kahabar terdapat tujuan-tujuan lainnya yang merupakan pengembangan dari tujuan semula. Tujuan-tujuan tersebut adalah sbb:

 

1.     Istirhâm (minta dikasihi)

Dari segi bentuknya kalâm ini berbentuk khabar (berita), akan tetapi dari segi tujuannya mutakallim ingin dikasihi oleh mukhâthab. Contoh kalâm khabari dengan tujuan istirhâm adalah do'a nabi Musa yang dikutip Alquran,

 

رب إنى لما أنزلت إلي من خير فقير

 

Tuhanku, aku ini sangat membutuhkan kebaikan yang Engkau berikan padaku.

 

2.     Izhhâr al-dha'fi (memperlihatkan kelemahan) seperti do'a Nabi Zakaria dalam Alquran.

 

ربي إنى وهن العظم مني واستعل الرأس شيبا

 

(Tuhanku sesungguhnya aku telah lemah tulangku dan kepalaku telah penuh uban)

 

3.     Izhhâr al-tahassur (memperlihatkan penyesalan) seperti doa Imran bapaknya Maryam yang dihikayatkan dalam Alquran.

 

رب إني وضعتها أنثى  والله أعلم بما وضعت

 

(Tuhanku, aku telah melahirkan ia wanita dan Allah mengetahui apa yang ia lahirkan).

 

4.     Al-Fakhr (sombong) seperti perkataan Amru bin Kalsum :

 

إذا بلغ الفطام لنا صبي— تخر له الجبائر ساجدينا

 

 (Jika seorang anak kami telah lepas menyusu, semua orang sombong akan tunduk menghormatinya).

 

5.     Dorongan bekerja keras

 

Dari segi bentuk dan isinya kalâm ini bersifat khabari (pemberitahuan), akan tetapi maksud mutakallim mengucapkan ungkapan tersebut agar mukhâthab bekerja keras. Contoh kalâm khabari untuk tujuan ini adalah surah Thahir bin Husain kepada Abbas bin Musa al-Hadi yang terlambat membayar upeti.

 

 

C.   Jenis-jenis kalâm khabari

Kalâm Khabari adalah kalimat yang diungkapkan untuk memberitahu sesuatu atau beberapa hal kepada mukhâthab. Untuk efektifitas penyampaikan suatu pesan perlu dipertimbangkan kondisi mukhâthab. Ada tiga keadaan mukhâthab yang perlu dipertimbangkan dalam mengungkapkan kalâm khabari. Ketiga keadaan tersebut adalah sbb:

 

1. Mukhâthab yang belum tahu apa-apa (خالى الذهن)

 

Mukhâthab khâlidzdzihni adalah keadaan mukhâthab yang belum tahu sedikit pun tentang informasi yang disampaikan. Mukhâthab diperkirakan akan menerima dan tidak ragu-ragu tentang informasi yang akan disampaikan. Oleh karena itu tidak diperlukan taukîd dalam pengungkapannya. Bentuk kalâm khabari pada model pertama ini dinamakan kalâm khabari ibtidâî. Contoh:

 

السيارة ساقطة في الوادي

 

2. Mukhâthab ragu-ragu (متردد الذهن)

 

Jika mukhâthab diperkirakan ragu-ragu dengan informasi yang akan kita sampaikan maka perlu diperkuat dengan taukîd. Keraguan mukhâthab bisa disebabkan dia mempunyai informasi lain yang berbeda dengan informasi yang kita sampaikan, atau karena keadaan mutakallim yang kurang meyakinkan.

 

Untuk menghadapi mukhâthab jenis ini diperlukan adat taukîd seperti ‘- إنَّأن قد-ل ’. Bentuk kalâm ini dinamakan kalâm khabari thalabi طلبيخبر Contoh:

 

إن السيارة ساقطة.

 

3.  Mukhâthab yang menolak  (إنكارى)

 

Kadang juga terjadi mukhâthab yang secara terang-terangan menolak informasi yang kita sampaikan. Penolakan tersebut mungkin terjadi karena informasi yang kita sampaikan bertentangan dengan informasi yang dimilikinya. Hal ini juga bisa terjadi karena dia tidak mempercayai kepada kita. Untuk itu diperlukan adat taukîd lebih dari satu untuk memperkuat pernyataannya. Jenis kalâm model ini dinamakan kalâm khabari inkâri. Contoh:

 

والله إن السيارة لساقطة

 

Dari paparan di atas tampak bahwa penggunaan taukîd dalam suatu kalâm mempunyai implikasi terhadap makna. Setiap penambahan kata pada suatu kalimat akan mempunyai implikasi terhadap maknanya. Seorang filsuf Ya’qub bin Ishaq al-Kindi bertanya kepada Abu Abbas Muhammad bin Yazid al-Mubarrid, ”Saya menemukan sesuatu yang sia-sia dalam ungkapan Arab. Orang-orang berkata:

 

عبد الله قائموإن عبد الله قائموإن عبد الله

لقائم

 

Makna kalimat-kalimat tersebut sama Abu al-Abbas al-Mubarrid berkata, “Ketiga kalimat tersebut tidak sama artinya. Kalimat قائم الله عبد merupakan informasi mengenai berdirinya Abdullah. Kalimat قائم الله وإن عبد merupakan jawaban dari pertanyaan seseorang. Sedangkan kalimat لقائم الله عبد وإن merupakan jawaban atas keingkaran orang yang menolaknya.

 

2.      KALAM INSYA’I

 

A.  Pengertian kalâm insyâi

 

Kata ' إنشاء ' merupakan bentuk mashdar dari kata ' أنشأ '. Secara leksikal kata tersebut bermakna membangun, memulai, kreasi, asli, menulis, dan menyusun. Dalam ilmu kebahasaaraban insyâi merupakan salah satu nama mata kuliah yang mengajarkan menulis.

Insyâi sebagai kebalikan dari khabari merupakan bentuk kalimat yang setelah kalimat tersebut dituturkan kita tidak bisa menilai benar atau dusta. Hal ini berbeda dengan sifat kalâm khabari yang bisa dinilai benar atau dusta. Dalam terminologi ilmu ma’âni kalâm insyâ'i adalah,

 

مالا يحتمل الصدق والكذب

 

Kalâm insyâi adalah suatu kalimat yang tidak bisa disebut benar atau dusta Jika seorang mutakallim mengucapkan suatu kalâm insyâi, mukhâthab tidak bisa menilai bahwa ucapan mutakallim itu benar atau dusta. Jika seorang berkata ' إسمع ', kita tidak bisa mengatakan bahwa ucapannya itu benar atau dusta. Setelah kalâm tersebut diucapkan yang mesti kita lakukan adalah menyimak ucapannya.

 

B.    Pembagian Kalâm Insyâi

 

Secara garis besar kalâm insyâi ada dua jenis, yaitu insyâi thalabi dan insyâi ghair thalabi. Kalâm yang termasuk kategori insyâi thalabi adalah Amr, nahyu, istifhâm, tamannî, dan nidâ. Sedangkan kalâm yang termasuk kategori ghair thalabi adalah ta'ajjub, al-dzamm, qasam, kata-kata yang diawali dengan af'âl alrajâ. Jenis-jenis kalâm insyâi ghair thalabi tidak termasuk ke dalam bahasan ilmu ma’âni. Sehingga jenis-jenis kalimat tersebut tidak akan dibahas dalam buku ini. Insyâi thalabi menurut para pakar balâghah adalah :

 

ما يستدعي مطلوبًا غير حاصل وقت الطلب

لامتناع تحصيل الحاصل وهو المقصود بالنظر هاهنا

 

Kalâm insyâi thalabi adalah suatu kalâm yang menghendaki adanya suatu tuntutan yang tidak terwujud ketika kalâm itu diucapkan. Dari definisi di atas tampak bahwa pada kalâm insyâi thalabi terkandung suatu tuntutan. Tuntutan tersebut belum terwujud ketika ungkapan tersebut diucapkan. Kalimat-kalimat yang termasuk kategori insya thalabi adalah,

 

1.   Amr

Secara leksikal amr bermakna perintah. Sedangkan dalam terminologi ilmu balâghah amr adalah,

 

طلب الفعل على وجه لأستعلاء

 

Tuntutan mengerjakan sesuatu kepada yang lebih rendah.

 

Al-Hâsyimi (1960) mendefinisikan jumlah al-amr (kalimat perintah) sebagai tuturan yang disampaikan oleh pihak yang lebih tinggi kedudukannya kepada pihak yang lebih rendah agar melaksanakan suatu perbuatan.

 

Untuk menyusun suatu kalâm amr ada empat shîgah yang biasa digunakan:

 

a)          Fi'l al-amr

 

Semua kata kerja yang ber-shîgah fi'l amr termasuk kategori thalabi. Contoh:

 

خذ الكتاب بقوة       

 

Ambillah kitab itu dengan kuat!

 

b)         Fi'l mudhâri’ yang disertai lâm alamr

 

Fi'il mudhâri’ yang disertai dengan lâm al-amr maknanya sama dengan amr yaitu perintah. Contoh :

 

لينفق ذو سعة من سعته

 

Hendaklah berinfak ketika dalam keleluasaan

 

c)          Isim fi'il amr

 

Kata isim yang bermakna fi'il (kata kerja) termasuk shigat yang membentuk kalâm insyâi thalabi.

Contoh :

 

حي على الصلاة حي على الفلاح

 

(Mari melaksanakan shalat! Mari menuju kebahagiaan!)

 

d)          Mashdar pengganti fi'il

Mashdar yang posisinya berfungsi sebagai pengganti fi'il yang dibuang bisa juga bermakna amr. Contoh :

 

سعيا فى الخير

 

(Berusahalah pada hal-hal yang baik) Dari keempat shîgah tersebut makna amr pada dasarnya adalah perintah dari yang lebih atas kepada yang lebih rendah. Namun demikian ada beberapa makna Amr selain dari makna perintah. Makna-makna tersebut adalah do'a, iltimâs (menyuruh yang sebaya), tamannî (berangan-angan), tahdîd (ancaman), ta'jiz (melemahkan), taswiyah (menyamakan), takhyîr (memilih), dan ibâhah (membolehkan).

 

2.   Nahyu

 

Makna nahyu secara leksikal adalah melarang, menahan, dan menentang. Sedangkan dalam terminologi ilmu balâghah nahyu adalah,

طلب الكف عن الفعل على وجه الإستعلاء

(Tuntutan meninggalkan suatu perbuatan dari pihak yang lebih tinggi).

 

3.   Istifhâm

 

Kata ' استفهام ' merupakan bentuk mashdar dari kata ' استفهم '. Secara leksikal kata tersebut bermakna meminta pemahaman/pengertian. Secara istilah istifhâm bermakna

طلب العلم بالشيء

(menuntut pengetahuan tentang sesuatu).

Kata-kata yang digunakan untuk istifhâm ini ialah :

أ-هل - ما- من – متى – أيان – كيف – أين – كم – أي- أني

Suatu kalimat yang menggunakan kata tanya dinamakan jumlah istifhâmiyyah, yaitu kalimat yang berfungsi untuk meminta informasi tentang sesuatu yang belum diketahui sebelumnya dengan menggunakan salah satu huruf istifhâm.

 

4.   Nidâ ( panggilan)

Secara leksikal nidâ artinya panggilan. Sedangkan dalam terminology ilmu balâghah nidâ adalah,

طلب الإقبال بحرف نائب مناب "أنادىأدعو" المنقول من الخبر الى الإنشاء                                 

Nidâ adalah tuntutan mutakallim yang menghendaki seseorang agar menghadapnya. Nidâ menggunakan huruf yang menggantikan lafazh "unâdî" atau "ad'û" yang susunannya dipindah dari kalâm khabari menjadi kalâm insyâi.

Huruf nidâ ada delapan, yaitu, hamzah ( ء), ay ( أي ), yâ ( يا ), â ( آ ), âi آي) ), ayâ ( أيا ), hayâ ( هيا ), dan wâ ( .(وا

 

5.   Tamannî

 

Kalimat tamannî (berangan-angan) adalah kalimat yang berfungsi untuk menyatakan keinginan terhadap sesuatu yang disukai, tetapi tidak mungkin untuk dapat meraihnya.

 

طلب الشيء المحبوب الذي لا يرجى ولا يتوقع حصوله

Menuntut sesuatu yang diinginkan, akan tetapi tidak mungkin terwujud. Ketidakmungkinan terwujudnya sesuatu itu bisa terjadi karena mustahil terjadi atau juga sesuatu yang mungkin akan tetapi tidak maksimal dalam mencapainya. Syi’ir di bawah ini merupakan contoh kalâm tamannî yang mengharapkan sesuatu yang mustahil terjadi,

 

ألا ليت الشباب يعود يوما—فأخبركم بما فعل المشيد

Aduh, seandainya masa muda itu kembali sehari saja Aku akan mengabarkan kepada kalian Bagaimana yang terjadi ketika sudah tua

Pada syi’ir di atas penyair mengharapkan kembalinya masa muda walau hanya sehari. Hal ini tidak mungkin, sehingga dinamakan tamannî. Tamannî juga ada pada ungkapan yang mungkin terwujud (bisa terwujud) akan tetapi tidak bisa terwujud karena tidak berusaha secara maksimal. Dalam Alquran Allah berfirman,

يا ليت لنا مثل ما أوتي قارون

Aduh, seandainya aku dikaruniai harta seperti Qarun.

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

 

A. Kesimpulan

 

       Kalâm khabari ialah suatu ungkapan yang mengandung kemungkinan benar atau bohong dilihat dari teksnya itu sendiri. Kalâm khabari mempunyai dua tujuanutama; pertama untuk memberi tahu mukhâthab tentang suatu informasi kedua agar orang yang diajak bicara tidak mengira bahwa ia tidak mengetahuinya. Selain kedua tujuan utama ada tujuantujuan lainnya, yaitu istirhâm, izhhâr aldla’fi, izhhâr al-tahassur, al-fakhr dan dorongan bekerja keras.

       Kalâm khabari ada tiga jenis, yaitu ibtidâi, thalabi, dan inkâri. Kalâm insyâi adalah kalâm yang setelah ucapan itu dituturkan tidak bisa dinilai benar atau dusta. Kalâm insyâi merupakan kebalikan dari kalâm khabari. Kalâm yang termasuk kategori insyâi adalah kalâm amr, nahyu, istifhâm, nidâ,

dan tamannî.

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

M. Sholehuddin Shofwan, Penganta Memahami Nadzom Jauharul Maknun, Jombang : Darul-Hikmah, 2007  diakses pada tanggal 19 maret 2022

 

http://repository.uin-suska.ac.id/20791/7/7.%20BAB%20II%20%281%29.pdf  diakses pada tanggal 19 2022


Share:

Majaz

 




BAB II

PEMBAHASAN

 

2.1              Pengertian Majaz

المجاز هو اللفظ المستعمل في غير ما وضع له لعلاقة مع قرينة مانعة من إرادة المعنى السابق.

Majaz adalah adalah lafadz yang di gunakan pada arti bukan semestinya karena ada hubungan beserta adanya qarinah (petunjuk) yang mencegah dari arti yang lalu (asli).[1]

Dalam kitab   البلاغة الميسرة  karangan Syekh Abdul Aziz bin Ali Al Hazby, bahwa pengertian majaz yakni

المجاز هو : لفظ استعمال في غير معناه الاصلي , كأسد في قولك : زيد أسدا . ولابد من علاقة بين المعنى الاصلي والمجا زي , ومن قرينة تمنع من ارادة المعنى الاصلي. [2]

Hubungan antara makna hakiki dan makna majazi itu kadang-kadang musyabahah (keserupaan) dan kadang- kadang lain dari itu (ghairu musyabahah). Dan qarinah itu ada kalanya lafdziyah dan adakalanya haliyah.[3]

2.2              Macam-macam majaz

Majaz pada garis besarnya ada dua jenis, yaitu majaz lughowi dan majaz ‘aqli ;

2.2.1  Majaz lughowi.

Majaz lughowi adalah salah satu jenis majaz yang ‘illahnya didasarkan pada aspek bahasa. Majaz ini terbagi kepada dua jenis, yaitu majaz isti’arah dan majaz mursal.

1.      Majaz isti’arah

الإستعارة من المجاز اللغوي , وهي تشبيه خدف أحد طرفيه, فعلاقتها المشابهة دائما

Isti’aroh adalah satu bagian dari majaz lughowi. Isti’aroh adalah tasybih yang dibuang salah satu thorf-nya. Oleh karena itu hubungan antara makna haqiqi dengan makna majazi adalah musyabahaah selamanya.

Isti’aroh  terbagi menjadi:

·         Ditinjau dari musyabbah bih

a)        Tashrihiyyah yaitu isti’aroh yang musyabbah bih-nya disebutkan. Contoh:  كتاب أنزلناه إليك لتخرج الناس من الظلمات إلى النّور  (ابراهيم : 1)

Kata  الظلماتdigunakan untuk makna kesesatan. Dan kata النّور digunakan untuk makna hidayah dan iman. Hubungan antara makna hakiki dan makna majazi adalah musyabahah. Qarinahnya adalah haliyah.

b)        Makniyyah yaitu isti’aroh yang musyabbah bih-nya dibuang.  Contoh: ربّ إنّي وهن العظم منّي واشتعل الرأس شيبا (مريم:4)

Kata الرأس (kepala) diserupakan dengan bahan bakar. Qarinahnya adalah menyandarkan kata “menyala” pada “kepala”

·         Ditinjau dari segi lafalnya

a)       Ashliyyah yaitu apabila kata benda yang dijadikan isti’aroh berupa isim jamid. Contoh: يا شمس الزّمان وبدره # وإن لامنى فيك السها والفراقداحبّك

Aku cinta kamu, wahai matahari dan bulan zaman ini, sekalipun bintang-bintang yang samar dan yang jauh mencaci-makiku karena menyukaimu.

b)       Taba’iyyah yaitu apabila lafadz yang dijadikan isti’aroh berupa isim musytaq atau fi’il (kata kerja).

Contoh:سكت  عن موسى الغضب أخذ الألواح ( الأعراف : 154)  ولمّا

·         Ditinjau dari segi pengertian yang menghimpun keduanya

a)      Murasysyahah yaitu isti’arah yang disertai penyebutan kata-kata yang relevan dengan musyabbah bih. Contoh:

أولئك الذين اشتروا الضلالة بالهدى فما ربحت تجارتهم (البقرة : 16)

b)       Mujarradah  isti’arah yang disertai dengan penyebutan kata yang relevan dengan musyabbah. Contoh:

كان فلان أكتب الناس إذا شرب قلمه من دواته أو غنى فوق قرطاسه

c)      Muthlaqah  yaitu isti’arah yang tidak disertai penyebutan kata-kata yang relevan dengan musyabbah bih maupun musyabbah atau disebutkan kedua-duanya.  Contoh:

[4] وقد كتبت أيدى الربيع صحائفا         كأنّ سطور السرو حسنا سطورها

ينقضون عهد الله  (البقرة : 27)

·         Ditinjau dari wajhu syabah

a)      Qaribah yaitu isti’arah yang mudah dimengerti sisi perpaduannya.

Contoh:  أسدا يخطب رأيت

b)      Gharibah yaitu isti’arah yang sulit dimengerti sisi perpaduannya.

Isti’arah gharibah dibagi menjadi beberapa bentuk, diantaranya:

§  Kedua ujungnya hissi dan wajhu syabahnya hissi

Contoh: طه : 88) ) فأخرج لهم عجلا جسدا له خوار

§  Semua ujungnya hissi dan wajhu syabahnya aqli(abstrak).

Contoh:وأية لهم الليل نسلخ منه النهار

§  Semua ujungnya hissi dan wajhu syabahnya berbeda(ikhtilaf).

Contoh:رأيت شمسا وأنت تريد إنسانا كالشمس

§  Semua ujungnya aqli(abstrak, dan wajhu syabahnyapun aqli.

Contoh:من بعثنا من مرقدنا

§  Musta’ar minhu hissi, dan musta’ar lah aqli. Sedangkan wajhu syabahnyapun aqli.

Contoh:فاصدع بما تؤمر

§  Musta’ar minhunya aqli, dan musta’ar lahnya hissi, sedangkan wajhu syabahnya aqli.

§  Contoh:إنّا لمّا طغى الماء

·         Ditinjau dari kedua ujungnya

a)      Inadiyah yaitu yang kedua ujungnya tidak bisa bersatu sebab bertolak belakang (berlawanan), seperti mengisti’arahkan yang ma’dum pada yang maujud, orang yang mati kepada yang hidup, seperti: رأيت الميّت في المدرسة

Isti’arah inadiyah dibagi menjadi dua macam:

a.       Tamlihiyah (agar tampak lucu), seperti:أسدا في المسجد رأيت

b.      Tahakkumiyah ( mengolok-olok), seperti:  أسدا أي تريد جبّانا رأيت

b)      Wifaqiyah yaitu yang kedua ujungnya itu dapat bersatu, seperti pengisti’arahan penghidupan pada pemberian hidayah[5]. Seperti firman Allah:كان ميتا فأحييناه أومن

·         Isti’arah tamtsiliyah 

الإستعارة التمثيلية تركيب أستعمل في غير ما وضع له لعلاقة المشابهة مع قرينة من إرادة المعنى الأصلي                  

Isti’arah tamtsiliyah adalah suatu susunan kalimat yang digunakan bukan pada makna aslinya karena ada hubungan keserupaan ( antara makna hakiki dan makna majazi) disertai adanya qarinah yang menghalangi pemahaman terhadap kalimat tersebut dengan maknanya yang asli. 

Contoh: أنت ترقم على الماء

"      engkau melukis dipermukaan air”. Kalimat ini disampaikan kepada orang yang menekuni suatu urusan yang tidak mungkin dapat ia capai dengan tuntas[6].

2.      Majaz mursal  

Majaz  mursal adalah:

الكلمة المستعملة قصدا في غير معناها الأصلي لملاحظة علاقة غير (المشابهة) مع قرينة دالة على عدم إرادة المعنى الوضعي.

“majaz mursal adalah kata yang digunakan bukan untuk maknanya yang asli karena adanya hubungan selain musyabahah, serta adanya qarinah yang menghalangi pemahaman dengan makna asli.”

Hubungan makna asli dan makna majazi dalam majaz mursal antara lain:

1.      As- sababiyah, yaitu menyebutkan sebab sedangkan yang dimaksud adalah musabbab.

Contoh:رعت الماشية الغيث, أي النبات

2.      Al- musabbabiyah, yaitu menyebutkan musabbab sedangkan yang dimaksud adalah sabab.

Contoh:(وينزّل لكم من السّماء رزقا) ( المؤمن:13 ) أي: المطر يسبّب الرزق 

3.      Al-kulliyah, yaitu menyebutkan keseluruhan sedangkan yang dimaksud adalah sebagian.

Contoh:(يجعلون أصابعهم في اذانهم) (البقرة 19 )أي أناملهم

4.      Al-juz’iyah, yaitu menyebutkan sebagian sedangkan yang dimaksud adalah seluruhnya.

Contoh: فرجعناك إلى أمّك كي تقرّعينها ولاتحزن

Kata yang bergaris bawah adalah majaz, karena yang dimaksud bukan hanya mata, tetapi manusia.

5.      I’tibaaru maa kaana,  menyebutkan hal yang terjadi sebelumnya namun yang dimaksudkan adalah hal yang akan terjadi.

Contoh: واتوا اليتامى أموا لهم (النساء:2)

Kata yang bergaris bawah adalah majaz, karena Allah memerintah untuk memberikan harta itu pada anak yatim yang telah dewasa. Jadi, yang dimaksud adalah orang-orang yang justru telah meninggalkan usia yatimnya.

6.      I’tibaaru maa yakuunu, yaitu menyebutkan hal yang akan terjadi tapi yang dimaksud adalah hal yang telah terjadi.

Contoh:   ) (نوح:27   إنّك إن تذرهم يضلّوا عبادك ولا يلدوا إلا فاجرا كفارا

Kata yang bergaris bawah adalah majaz, karena anak yang baru dilahirkan itu tidak bisa melakukan maksiat dan tidak dapat berbuat kekufuran tetapi mungkin akan melakukan itu setelah masa kanak-kanak.

7.      Al- mahalliyah, yaitu menyebutkan tempat perbuatan tapi yang dimaksud adalah yang melakukan perbuatan itu

Contoh: فليدع نادية (العلق :17)

Kata yang bergaris bawah adalah tempat berkumpul, akantetapi yang dimaksud adalah orang-orang yang berkumpul ditempat itu, baik keluarga maupun para pembantunya

8.      Al- haliyah, yaitu menyebutkan hal yang menempati suatu tempat namun yang dimaksud adalah tempatnya.

Contoh:ففي رحمة الله هم فيها خالدون, أي الجنّة

2.2.2        Majaz ‘aqli

Majaz ‘aqli adalah:

 إسنادالفعل, أو ما في معناه (من أسم فاعل , أو إسم مفعول, أو مصدر)إلى غير ما هو له في الظاهر, من المتكلم, لغلاقة مع قرينة تمنع من أن يكون الإسناد إلى ما هو له.

“ menyandarkan fi’il atau kata yang menyerupainya (isim fa’il, maf’ul, atau masdar) pada yang tidak sebenarnya, secara dhohir mutakallim karena adanya hubungan dan disertai qarinah yang menghalangi dipahaminya sebagai penyandaran yang haqiqi.

Hubungan majaz aqli diantaranya:

1.         Penyandaran kepada waktu fi’il

Contoh: من سرّه زمن ساءته أزمان

Kejelekan dan kebaikan disandarkan pada zaman, padahal zaman bukanlah pelakunya.

2.         Penyandaran kepada tempat

Contoh:  وجعلنا الأنهار تجرى من تحتهم

Mengalir disandarkan kepada sungai, padahal yang dimaksud adalah airnya yang mengalir.

3.         Penyandaran kepada sebab

Contoh: بنت الحكومة كثيرا من المدارس

Pemerintah tidak membangun sekolah-sekolah dengan tangan mereka sendiri, tetapi mereka memerintah.

4.         Penyandaran kepada masdar

Contoh: سيذكرني قومي إذا جدّ جدّهم

Bersungguh-sungguh disandarkan pada kesungguhan, tetapi yang dimaksud adalah menyandarkan pada orang yang bersungguh-sungguh,

5.         Penyandaran isim mabni fa’il kepada maf’ulnya

Contoh: لاعاصم اليوم من أمر الله إلاّ من رّحم

Yang dimaksud adalah isim maf’ul yaitu معصوم

6.         Penyandaran isim mabni maf’ul kepada fa’ilnya

Contoh:  (: 45الإسراء)وإذا قرأت القران جعلنا بينك وبين الذين لايؤمنون بالاخرة حجابا مستورا

Yang dimaksud adalah isim fa’ilnya yaitu ساترا

   

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

  Majaz secara garis besar ada dua yaitu majaz lughawi dan majaz aqli. Majaz lughawi adalah penggunaan lafazh bukan untuk makna sebenarnya karena adanya ‘alaqah baik musyabahah maupun ghair musyabahah. Sedangkan majaz aqli adalah penisbatan kata kerja (fi’il) atau yang semakna dengannya kepada lafadz yang bukan sebenarnya karena adanya ‘alaqah.

            Majaz lughowi terbagi kepada dua, yaitu majaz isti’arah dan majaz mursal. Isti’arah adalah majaz yang ‘alaqah-nya musyabahah (keserupaan). Sedangkan mursal adalah majaz lughowi yang ‘alaqah –nya ghair musyabahah.

v  Macam-macam isti’arah:

a.       Ditinjau dari musyabbah bih: Tashrihiyyah dan  Makniyah

b.      Ditinjau dari segi lafal: asliyah dan taba’iyah

c.       Ditinjau dari segi pengertian yang menghimpun keduanya: murasyahah, mujarradah dan muthlaqah.

d.      Ditinjau dari wajhu syabah: qaribah dan gharibah.

e.       Ditinjau dari kedua ujungnya: inadiyah dan wifaqiyah.

f.       Isti’arah tamtsiliyah.

v  Macam- macam ‘alaqah majaz mursal: sababiyah, musababiyah, kulliyah ,juz’iyah, i’tibaaru maa kaana, i’tibaaru maa yakuunu, mahaliyah, dan haliyah.

v  Macam-macam hubungan majaz aqli:penyandaran kepada waktu fi’il, tempat, masdar, sebab,isim mabni maf’ul kepada fa’ilnya,isim mabni fa’il kepada maf’ulnya.

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Al-Hasyimi As-Sayyid Al-Marhum Ahmad, Jawahir Al-Balaghoh, Haromain.

Akhdhori Imam, Jauharul Maknun, terjemahan: Abdul Qadir Hamid, Surabaya, Al- Hidayah.

Al-Jarim Ali & Musthafa Amin.  2010.  Al-Balaghatul Waadhihah. Surabaya:Toko Kitab Al-Hidayah.

Dayyab Hifni bek. 1991.  Qowaid  AlLughoh Al Arabiyah,terjemahan: DRS.H. Chatibul Umam. Jakarta:Darul U lum.

 

 

Share:

Blog Pembelajaran Bahasa Arab

This blog contains Blog Pendidikan bahasa Arab

Search This Blog

Powered by Blogger.

Blog Archive

Kisah Macan dan Keledai

     Suatu hari yang indah di sebuah hutan yang rimbun, seekor macan keluar berjalan untuk menikmati hari yang cerah. Sambil bernyanyi-nyany...

Recent Posts

Unordered List

  • Lorem ipsum dolor sit amet, consectetuer adipiscing elit.
  • Aliquam tincidunt mauris eu risus.
  • Vestibulum auctor dapibus neque.

Pages

Theme Support

Need our help to upload or customize this blogger template? Contact me with details about the theme customization you need.